Info Iklan

Monday, August 24, 2009

Thoharoh

AIR MUTANAJJIS
Air mutlak adalah air yang suci dan menyucikan hadats dan khobats (kotoran manusia dan air kencing) seperti air mengalir, sumber air, air sumur, air hujan, dan air yang diam (Ada dua macam air diam yakni air yang banyak dan air yang sedikit. Air yang banyak adalah air yang mencapai satu kurr (KULAK)*).
Air mudhaf adalah air yang suci tetapi tidak menyucikan hadats dan khobats (kotoran) seperti air buah-buahan (air jeruk, air anggur, air delima dll.), atau air yang telah dicampur dengan zat lain seperti air gula, air garam, air kopi, air bunga mawar dll.
Air mutanajjis adalah air mutlak yang bersentuhan dengan benda-benda najis seperti, kotoran, kencing, darah dan lain-lain sehingga tidak suci dan menyucikan. Air mutlak yang sedikit ketika bersentuhan dengan benda najis, maka berubah menjadi mutanajjis, sekalipun tidak berubah salah satu sifatnya, yakni warna, bau dan rasanya. Sedangkan air mutlak yang banyak akan berubah menjadi mutanajjis jika bersentuhan dengan benda najis dan berubah salah satu sifatnya (baunya, rasanya, atau warnanya).
Demikian pula air mutlak lainnya (air yang mengalir, sumber air, air sumur dan air hujan) akan menjadi mutanajjis jika bersentuhan dengan benda najis dan berubah salah satu sifatnya.
Air diam yang bersambung dengan air yang mengalir dihukumi sama dengan air yang mengalir dalam arti air itu tidak menjadi mutanajjis jika bersentuhan dengan benda najis kecuali jika berubah salah satu sifatnya.
Yang dimaksud dengan air hujan di atas adalah air yang tengah turun dari langit atau yang terkumpul darinya di saat hujan turun.
Air musta'mal (air yang sudah terpakai) untuk wudhu' masih suci dan menyucikan demikian pula yang musta'mal dari hadas besar (mandi wajib) suci dan menyucikan dari hadats dan khobats. Air musta'mal untuk khobats disebut "ghasalah" dan hukumnya mutanajjis.
catatan:
1 kurr kira-kira 374 liter. Kalau menggunakan jengkal tangan [normal] kira-kira panjang tiga setengah, lebar tiga setengah, dalam tiga setengan. [jengkal]





TAKHALLI, ISTINJA, DAN ISTIBRA
A. Takhalli (Buang Hajat)
1. Menutup aurat dari pandangan manusia baik laki-laki maupun wanita, dewasa maupun anak-anak dan orang gila yang mumayyiz*. Diharamkan melihat aurat orang lain, sekalipun orang gila dan anak kecil yang mumayyiz, kecuali anak kecil yang belum mumayyiz dan antara suami istri. Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah : bagi wanita, aurat depan dan aurat belakang; dan bagi laki-laki, selain dua aurat itu, juga kedua buah pelir. Tidak diperbolehkan melihat aurat orang lain meskipun dari belakang cermin, kaca, dan air bening, kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa) seperti operasi.
2. Tidak menghadap atau membelakangi kiblat dengan dada atau perutnya.
B. Istinja' (Membersihkan aurat dari najis [khobats])
1. Zakar (tempat keluar air kencing) wajib dibasuh dengan air. Meskipun sekali saja dan tidak cukup dengan selain air.
2. Tempat keluar air besar dapat disiram dengan air ataupun diusap dengan benda yang dapat menghilangkan najis seperti batu, tanah keras dan lain-lain. Tetapi lebih afdhal disiram dengan air dengan keduanya lebih sempurna. Untuk membersihkan tempat keluar air besar tidak disyaratkan tiga kali siraman atau usapan. Yang penting, tempat itu bersih dan suci. Jika disiram dengan air, maka harus hilang najis dan sisanya (yakni bagian-bagian kecil yang tidak terlihat). Tetapi jika diusap, maka cukup dengan hilangnya najis.
C. Istibra' (Membersihkan sisa-sisa air kencing di dalam zakar)
Istibra'dilakukan dengan cara:
1. Mengusap dengan kuat antara lubang anus dan zakar sebanyak tiga kali;
2. Meletakkan telunjuk di bawah batang zakar dan ibu jari di atas batang zakar dan lalu mengusapkannya dengan tekanan hingga ujung zakar sebanyak tiga kali;
3. Menekan ujung zakar [kepala zakar] tiga kali.
Jika setelah istibra' keluar cairan yang meragukan apakah air kencing atau bukan maka dianggap suci dan tidak membatalkan wudhu tetapi jika tidak istibra', maka dihukumi najis dan membatalkan wudhu'.
Catatan:
* Mumayyiz ialah batas kemampuan anak kecil mengetahui yang baik dan yang buruk.
Wudhu dan Tatacaranya
Wudhu' terdiri dari :
1. Tiga basuhan yakni wajah, tangan kanan, dan tangan kiri.
2. Tiga usapan yakni kepala bagian depan [sekitar kepala bagian atas], kaki kanan dan kaki kiri.
Keterangan :
1. Basuhan wajah
Kadar yang wajib :
- Garis vertikal, dari tempat tumbuhnya rambut sampai ke dagu.
- Garis horizontal, lebar wajah yang tercakup oleh ibu jari dan jari tengah.
2. Basuhan tangan
Tangan kanan dan tangan kiri, mulai dari siku hingga ujung kari. Selesai membasuh tangan kiri tidak boleh menyentuh air lagi (mengambil air baru).
3. Mengusap kepala
Dengan sisa air yang berada di tangan kita mengusap kepala bagian depan, kulit atau rambutnya.
4. Mengusap kaki
Mulai dari ujung jari kaki sampai kepada sesuatu yang menonjol pada bagian atas kaki (tempatnya lurus dengan ibu jari kaki. Tapi yang afdhal pengusapan tadi dilanjutkan hingga pergelangan kaki. [Dari sisi lebar cukup selebar satu jari, meskipun lebih baik seluruh bagian kaki terusap.
PERLU PERHATIAN!
1. Basuhan
a. Ketika membasuh, basuhan harus dari atas ke bawah dan tidak boleh dikembalikan [maksudnya, bolak-balik].
b. Dalam membasuh, basuhan pertama wajib, basuhan kedua sunnah, dan basuhan ketiga haram.
c. Dalam membasuh harus dilebihkan dari kadar yang wajib agar kita yakin bahwa kadar wajib benar-benar sudah terbasuh.
2. Usapan
a. Anggota yang diusap harus kering. Tolok ukur kering adalah apabila kita sentuh bagian tersebut tidak basah yang akan berpindah ke tangan kita.
b. Untuk mengusap kepala dan kaki diperbolehkan mengambil sisa air yang berada di anggota wudhu' kita. Hal tersebut jika sisa air yang berada di telapak tangan kita sudah kering [Apabila kita belum mengusap kepala dan kaki namun seluruh anggota wudhu' yang lain sudah kering, maka kita harus mengulangi lagi wudhu' dari permulaan].
Syarat-Syarat Sahnya Wudhu':
1. Air yang dipergunakan untuk berwudhu' harus suci dan mutlak (tidak mudhaf) [Lihat buletin Al-Jawad nomor 7 yang membahas masalah air].
2. Air tersebut harus mubah (halal)
3. Tempat air harus mubah
4. Tempat air tidak terbuat dari emas dan perak
5. Anggota wudhu' wajib suci
6. Ada kesempatan untuk berwudhu' dengan cukupnya waktu
7. Berwudhu' harus dengan niat qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah
8. Pelaksanan wudhu' harus tertib atau berurutan dan berkesinambungan (tidak terputus)
9. Dilakukan sendiri jika mampu
10. Penggunaan air tidak membahayakan
11. Tidak ada penghalang yang bisa menghalangi sampainya air kepada anggota wudhu'
12. Ruang yang diperlukan untuk berwudhu' harus mubah.





Perkara-perkara yang Membatalkan Wudhu
1. Keluarnya air kencing dan sesuatu yang dihukumi air kencing seperti cairan (yang belum jelas) setelah kencing dan sebelum istibra' (tentang istibra' lihat buletin Al-Jawad nomor 7).
2. Keluarnya tinja, baik dari tempatnya yang tabi'i atau yang lain, banyak ataupun sedikit.
3. Keluarnya angin dari dubur, baik bersuara maupun tidak.
4. Tidur yang mengalahkan indera pendengar dan indera penglihat (hilang kesadaran).
5. Segala sesuatu yang menghilangkan kesadaran seperti gila, pingsan, mabuk, dan lain-lainnya.
6. Istihadhah kecil dan sedang (bagi wanita).
Catatan :
Seseorang yang mengidap penyakit beser (maslun) dan sering kentut (mabthun) maka :
1. Jika dia mempunyai waktu yang cukup untuk bersuci dan shalat, maka wajib menanti waktu tersebut dan mendirikan shalat pada waktu tersebut.
2. Jika dia tidak mempunyai waktu untuk bersuci dan shalat, dan setiap shalat keluar hadats, sekali atau dua kali atau tiga kali tetapi dia dapat wudhu' dan melanjutkan shalat, maka setiap kali hadats hendaknya dia segera berwudhu' dan melanjutkan shalatnya.
3. Jika dia tidak dapat melakukan (seperti yang kedua), karena terus menerus kencing dan kentut, maka hendaknya berwudhu' setiap akan shalat.
4. Orang yang beser wajib menjaga kencingnya agar tidak menyebar dengan mengenakan kantong yang mengandung busa/kapas.
5. Orang yang mengidap beser dan sering kentut tidak wajib meng-qodlo shalat yang dilakukannya setelah sembuh. Kecuali kalau dia sembuh sementara waktu shalat masih ada, maka dia wajib mengulanginya.
Wudhu Jabirah
1. Anggota wudhu yang dibasuh (muka dan tangan)
a. Jabirah yang menutupi muka atau tangan jika dapat dilepaskan, maka hendaknya dilepaskan; dan

b. Jika tidak dapat dilepaskan, dan dapat menyentuhkan air ke bagian bawah jabirah, maka menyentuhkan air ke bagian bawah jabirah, harus dilakukan, kalau tidak dapat menyentuhkan air, maka cukup mengusap di atas jabirah saja.
2. Anggota wudhu yang diusap (kepala dan kaki)
a. Jika jabirah itu dapat dilepaskan, maka wajib dilepaskan dan mengusap kepala atau kaki dengan air.
b. Jika tidak dapat dilepaskan, maka cukup dengan mengusapkan [air] di atas jabirah.
3. Balutan yang menutup kulit yang sehat yang berada di sekitar luka. Jika tertutupi dengan jabirah, dihukumi sama dengan yang terluka. Tetapi jika jabirah itu menutupi kulit sehat yang bukan berada di sekitar luka, maka wajib dilepaskan dan lalu membasuh atau mengusapnya. Dan jika tidak bisa dilepaskan, maka ihtiyath (hati-hati) berwudhu juga bertayammum.
4. Jika jabirah itu najis, maka hendaknya meletakkan kain di atasnya dan lalu mengusapnya.
5. Luka yang terbuka yang tidak bisa dibasuh cukup dengan membasuh di sekitarnya, tetapi lebih hati-hati di samping itu, juga meletakkan kain di atasnya, lalu mengusapnya.
Pengertian Tayamum, Cara, Syarat, Rukun, Sebab & Sunat Tayammum Wudhu Dengan Debu / Tanah
Wed, 30/01/2008 - 12:57am — godam64
A. Arti Definisi / Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan wudu dengan air.
B. Sebab / Alasan Melakukan Tayamum :- Dalam perjalanan jauh- Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit- Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan- Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan- Air yang ada hanya untuk minum- Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat- Pada sumber air yang ada memiliki bahaya- Sakit dan tidak boleh terkena air
C. Syarat Sah Tayamum :- Telah masuk waktu salat- Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran- Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum- Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu- Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan- Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh
D. Sunah / Sunat Ketika Melaksanakan Tayamum :- Membaca basmalah- Menghadap ke arah kiblat- Membaca doa ketika selesai tayamum- Medulukan kanan dari pada kiri- Meniup debu yang ada di telapak tangan- Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
E. Rukun Tayamum :- Niat Tayamum.- Menyapu muka dengan debu atau tanah.- Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
F. Tata Cara / Praktek Tayamum :- Membaca basmalah- Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.- Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).- Mengusap telapak tangan ke muka secara merata- Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan- Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.- Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri

No comments:

Post a Comment